SUNGAI JAKARTA BUKAN SUMBER AIR TAPI SUMBER PENYAKIT

Oleh : Rini Sumantri


Status kesehatan suatu masyarakat ditentukan oleh banyak faktor. Menurut Blum (1974), faktor-faktor tersebut antara lain lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan genetik. Lingkungan merupakan salah satu faktor yang memberikan peranan penting sehingga memberikan permasalahan yang penting pula. Melalui kondisi lingkungan yang kurang baik, seseorang yang daya tahan tubuhnya lemah akan sangat mudah terserang penyakit. Keadaan kesehatan individu tentunya mempengaruhi keadaan kesehatan masyarakat. Permasalahan kesehatan lingkungan masyarakat di Jakarta sangatlah kompleks karena terkait oleh banyak hal, seperti jumlah penduduk, keadaan ekonomi, peraturan pemerintah, dan sebagainya.


Sebagai ibu kota, Jakarta merupakan tujuan utama urbanisasi penduduk sehingga jumlah penduduk Jakarta mencapai angka 7.871.215 jiwa. Tingginya jumlah penduduk tersebut erat kaitannya dengan kemiskinan. Menurut riset lembaga swadana masyarakat, 2,8 juta jiwa penduduk Jakarta bermukim di 490 wilayah dengan kategori "kantong kemiskinan". Dari sekian banyaknya penduduk miskin di Jakarta tersebut sebagian besar bermukim di bantara kali/sungai.


Bagi masyarakat yang bermukim di bantaran sungai, air sungai merupakan sumber air utama untuk keperluan mandi, cuci, kakus, pembuangan limbah, dan sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak bisa terlepas dari air. Dalam sehari, keperluan air orang Indonesia mencapai 100 liter. Air sungai tersebut merupakan faktor lingkungan yang berpotensi besar mempengaruhi status kesehatan mereka.


Di Jakarta terdapat tiga belas sungai dan menurut Kepala Badan Lingkungan hidup, sebagian besar dari sungai tersebut tergolong tercemar berat. Sungai Ciliwung merupakan sungai yang memiliki tingkat pencemaran paling tinggi. Tak bisa dibayangkan bagaimana besarnya potensi penyakit yang mengancam banyak jiwa yang bermukim di bantaran sungai tersebut dan menggunakan airnya untuk keperluan sehari-hari. Salah satunya contohnya adalah seorang ibu yang berkumim di bantaran sungai Ciliwung dengan ruangan 2 x 3 m yang harus kehilangan anaknya karena penyakit muntaber setelah sebelumnya kehilangan suaminya. Dan mungkin masih banyak kejadian lainnya yang telah atau akan menimpa banyak keluarga yang bermukim di tiga belas sungai di Jakarta.


Air sungai memang merupakan salah satu sumber air penduduk Indonesia di samping air laut, air tanah, air hujan, dan mata air. Namun, permasalahannya adalah syarat-syarat air yang baik tidak dimiliki air yang mengalir di sungai-sungai Jakarta. Terdapat tiga faktor bagi air yang memenuhi syarat kesehatan manusia, yaitu : 1. faktor fisik : tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna, 2. faktor biologi : tidak mengandung mikroorganisme, seperti bakteri, virus, dan telur cacing, dan 3. faktor kimia : tidak mengandung bahan berbahaya beracun (B3). Air yang terkontaminasi dan digunakan untuk keperluan sehari-hari akan menyebabkan water borne disease atau penyakit-penyakit yang ditularkan melalui air bagi masyarakat yan menggunakannya khususnya masyarakat yang bermukim di bantaran sungai.


Water borne disease terdiri atas tiga, yang pertama yaitu penyakit yang disebabkan kurangnya air bersih, seperti penyakit kulit dan mata. Kedua, penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen yang disebarkan lewat air, seperti disentri, thypoid, cholera, hepatitis, dan poliomyelitis. Ketiga, penyakit yang disebabkan karena adanya vektor penyakit dalam air, seperti malaria, DBD, chikungunya, filariasis, dan ascariasis. Selain penyakit-penyakit menular tersebut, terdapat juga penyakit tidak menular yang disebabkan oleh air, yaitu keracunan.


Telah jelas bahwa masyarakat yang bermukim di bantaran sungai memiliki risiko tinggi untuk terserang water borne disease. Air yang mengalir di sungai dapat berasal dari manapun. Sehingga dalam masalah ini, kita tidak bisa menyalahkan siapapun namun sebaiknya kita mencari penyebab masalahnya. Fakta lain yang terjadi beberapa tahun lalu adalah kasus tiga rumah sakit yang membuang limbah cairnya ke aliran sungai ciliwung tanpa mengelolanya terlebih dahulu secara benar. Hal ini tentu berpengaruh besar kepada masyarakat yang bermukin di bantaran sungai tersebut.


Permasalahan air sungai yang terkontaminasi terkait dengan penduduk yang bermukim di sekitarnya memang merupakan masalah yang sangat kompleks. Bila dilihat dari segi air sungainya, kita sulit mencari akar masalahnya karena siapapun bisa membuang limbahnya ke sungai baik itu yang telah dikelola ataupun yang belum. Namun, bila mengingat keberadaan penduduk di bantaran sungai yang seharusnya tidak ada, hal ini juga memiliki permasalahan rumit seperti, kemiskinan dan peraturan pemerintah setempat. Bermukim di bantaran sungai memang bukanlah sesuatu yang legal, namun sulit sekali bagi pemerintah menanganinya. Ditambah lagi sebagian dari penduduk tersebut memiliki rumah dengan konstruksi yang permanen. Selain itu, seperti kita sadari semua bahwa pemukiman penduduk bantaran sungai sangat menimbulkan pemandangan yang memprihatinkan bila mengingat keberadaannya di kota metropolitan Jakarta ini.


Yang dapat kita lakukan dalam menghadapi masalah yang sangat kompleks ini adalah kepedulian satu sama lain. Kemudian bagi pemerintah, yang harus dilakukan adalah menegaskan peraturan-peraturan yang terkait lingkungan hidup. Selain itu, bagi masyarakat yang sudah terlanjur menetap di bantaran sungai tidak ada kata terlambat untuk mengubah perilaku terkait kebersihan diri dan menjaga kebersihan lingkungan sekitar.

0 komentar:

Posting Komentar